Senin, 10 Maret 2008

Q.S. Al Ikhlas

Memurnikan Keesaan Allah

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
1. Katakanlah: " Dia lah Allah, Yang Maha Esa ".
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu.
3. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.

Surat pendek ini termasuk golongan Makiyah berintikan tauhid me-murnikan keesaan Allah. Surat yang demikian penting, bahkan dalamsuatu hadits shahih dinyatakan kandungannya menyamai 1/3 Al Qur'an,dan bersama dengan surat Al Kaafirun selalu dibaca Rasulullah dalamshalat fajar. Mengapa surat pendek ini demikian berkedudukan tinggi? Jawabnya sederhana saja, bahwa " Keesaan Tuhan " yang dikandung surat 4 ayat ini adalah misi syiar Rasulullah, inti aqidah Islam,yang terus diulang dengan tekanan-tekanan berbeda dalam Al Qur'anmulia. Katakanlah: " Dia lah Allah Yang Maha Esa, yang bergantung padanya segala sesuatu, yang tak beranak dan tak diperanakkan, yang tak adasesuatu setara denganNya ".
Setelah ayat pertama, ayat-ayat yang menyusul hanyalah penjelas Keesaan Allah, penjelas logis yang menguat-kan hakekat esa. Surat ini mengandung nilai paling fundamental dari prinsip-prinsip dasar mengenai hakekat Islam yang agung. Nilai yang mengikat hati, membimbing, mengarahkan, dan menjadikan hati tegar terhadap berbagai tantangan hidup, tantangan dalam menghadapi lawan, tantangan dalam menghadapi kesusahan panjang yang meletihkan jiwa, dan tantangan dalam menghadapi kemenangan besar. Nilai keesaan Allah, Entitas Tunggal, Hakekat Tunggal, "Wujud Yang Esa".
Dia adalah "Wujud Yang Esa", yang ada sebelum waktu t=0 dan akan tetap ada melampaui waktu takberhingga. KeberadaanNya tanpa prosesmengada, tidak diadakan dan menjadi, sehingga Dia bukan sesuatuyang baru muncul, karenanya mustahil menjadi tiada. Dia Esa, kekal,bukan fungsi waktu. Inilah Wujud Hakiki, Wujud Yang Esa, maka tidak ada hakekat selain hakekatNya dan tidak ada wujud selain wujudNya. Maka setiap yang ada (maujud), selain dari padaNya, bergantungpenuh kepadaNya, bersandar pada Wujud Hakiki itu. Selain dari YangEsa adalah maujud, makhluk, hamba, budak yang tak dapat eksis tanpa bantuan, pertolongan, dan kasih-sayangNya.
Keesaan Allah menegaskan posisi Khalik-makhluk; Khalik yang tak bergantung dengan apapun, yang tidak memerlukan amal shaleh manusia, yang tidak memerlukan shalat dan ketaatan manusia dlsb; dan makhluk yang memerlukan Khalik, yang butuh penjagaan saat kegelapan datang,yang butuh perlindungan dari "was-was" yang datang menyelinap dan dapat menikam hati, yang butuh akan shalat dan taat, agar selaluberada pada jalan yang lurus, jalan para shiddiiqiin, jalan yang terjaga.
Keesaan Allah pun menegaskan kewajiban makhluk pada Khalik, keterikatan antara seorang hamba dengan Tuan, dengan Pencipta. Hati makhluk mesti terikat dan hanya boleh mengikatkan diri pada Allah, bergantung hanya pada Allah dan merdeka terhadap yang lain, selain Allah. Loyal dan memberi loyalitas (wa'la) penuh hanya pada Allah,dan memutuskan/membebaskan (bara') dari keterikatan terhadap hawanafsu, ketakutan akan lapar, kekurangan pakaian, penguasa lalim,dan keterikatan lain selain pada Allah (Baca posting Abu Infijaar "makna syahadah", jazakallah akhi abu infijaar) Ketergantungan penuh pada Allah, Tuhan manusia (Rabbinnaas), penguasa manusia (Malikinnaas), Sesembahan manusia (Ilahinnaas), serta takut (roja'), cinta (mahabbah), dan menuju (ghoyyah) hanya pada Allah Rabbul alamin adalah konsekuensi logis dan menegaskan hakekat fitri eksistensi manusia. Sedang ajaran Al Islam padadasarnya tak lain untuk mengembalikan manusia pada kondisi fitrahnya (hanif) ini.
Manakala kondisi fitri terjaga, maka segala jenis penghambaan; penghambaan manusia atas materi, penghambaan manusia atas manusia, dan penghambaan jenis lainnya tak akan menjadi pemandangan wajardi hari ini. Maka selamatlah hati dari setiap kabut tebal yangmenutupi, dari segala gejolak, dan dari segala kecenderungankepada selain Dia Yang Esa dalam Dzat dan Af'alNya. Hatimenjadi selamat dari penggantungan diri pada sesuatu yang maujud (penguasa, materi dlsb). Dikala hati telah melepaskan diri dariketergantungan pada selain Hakekat Yang Esa, dan tidak merasa ber-gantung kepa Wujud Hakiki itu, maka di saat itu pulalah hati ter-bebas dari segala ikatan duniawi, dan merdeka dari segala tekananmaterial (dalam segala bentuknya). Bebas dari kecenderungan danterlepas dari ketakutan. Maka tertancaplah ketenangan dalam hati,karena hati telah makrifat telah mengenal bahwa segala kecenderungan(mahabbah) yang dituntut terdapat di sisi Allah. Kepada Allah lahia mencari apa yang ia inginkan. Hati yang sudah makrifatullah, tak memerlukan pemuas nafsu, karena segala nafsu telah tertundukkanmelalui saluran yang hak--keterikatan, kedekatan hubungan denganKhalik. tak ada harap selain ridla Allah, tak ada damba selainjannah. Dan semuanya tercermin dalam da'wah dan sosok pribadi muslimyang utuh--jundullah. Agama ini menuntut manusia jalan dalam hakekat ini, berdiri atas dasar tersebut dalam menjalani hidup sebagai hamba, sebagai budak, dalam menjalankan tugas sebagai khalifah Allah. Inilah keyakinan akan Allah Yang Esa, Tuhan manusia, yang bergantungkepadaNya segala sesuatu, yang tak beranak dan tak diperanakkan,dan yang tak ada seorang pun setara denganNya--tauhiddul aqidah.
Wallahua'lam bishowab
(diambil dari posting abu zahra)

Tidak ada komentar: